Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Wednesday, 8 February 2012

THE STORY OF LEE WANG XUEMIN/PART I

PART 1


Jerman, musim dingin, tahun XXX, kediaman Clearesta

Seperti biasanya, kediaman ini terlihat sangat hidup dan ramai. Cerita ini dimulai sebelum anak kedua dari kediaman ini masuk ke sekolah sihir.

“Hey, berikan jaket itu padaku! Aku kedinginan tau!”, kata seorang anak perempuan berambut silver panjang, sedang berlari mengejar anak lelaki.

“Kejar aku kalau kau bisa, Nee-chan!”, balas anak laki-laki itu.

Mereka terus saja bermain kejar-kejaran di luar rumah dengan menggunakan selapis baju di saat cuaca bersalju. ‘Memangnya mereka gak kedinginan, ya?’, pikirku saat itu sambil menatap dari jendela kemudian memakai mantel dan bergegas keluar rumah.

“Hey, berhentilah menggoda kakak perempuanmu. Kasihan kan dia, di hari bersalju begini justru pakai selapis baju. Kau mau membuatnya mati beku ya?”, teriakku pada bocah laki-laki itu.

Anak itu pun berhenti, “Kenapa Nii-chan jadi marah padaku?”, wajahnya terlihat cemberut, “Habis, Nee-chan bilang dia benci musim salju, makanya . . . salahkan dia dong!”, ia menunjuk anak perempuan itu.

*Nee-chan = Kakak Perempuan. Nii-chan = Kakak Laki-laki*

“Lho? Kok jadi salahku?!”, ia tersentak, “aku benci karena suhunya terasa terlalu dingin untukku!”, ia berbalik menatapku.

“Makanya aku ingin dia membiasakannya!”, anak laki-laki itu pun ikut menatapku.

‘Kenapa kalian berdua jadi menatapku? Apa yang kalian harapkan dariku?’, pikirku.

“Haahh ~ kalian ini . .”, aku menghela nafasku lalu menyila lenganku, “Orion, wajar saja kalau Lacia merasa musim salju terlalu dingin untuknya. Apa kau lupa kalau dia berelemen api?”

Orion terlihat menundukkan kepalanya.

“Sama denganmu, Lacia. Tidak bijak kalau kau bilang kau benci dengan musim dingin. Orion merasa itu sama seperti kau membencinya.”

“A..aku gak membencinya kok!”, ia berbalik ke arah anak itu, “Orion, maaf ya, aku gak membencimu, kok, jadi  . . kembalikan jaketku ya. Badanku kaget kalau tiba-tiba bertemu suhu sedingin ini.”, katanya tersenyum.

“Aku juga minta maaf, Nee-chan.”, ia memakaikan jaket itu padanya, “mendengar kata-kata Nee-chan aku syok, jadi tanpa pikir panjang ..”, wajahnya terlihat sedih seakan ingin menangis.

“Iya, iya, aku ngerti kok!”, mereka pun berpelukan.

Khawatir dengan kelakuan mereka di tengah salju, aku pun mendekati mereka dan bertanya, “Mau berpelukan sampai kapan di tengah salju begini? Gak kedinginan ya?”

“Mana mungkin aku kedinginan!”, tegas Orion dengan senyumnya yang lebar.

“A .. aku ..”, ia menghentikan kata-katanya sejenak, “saking kedinginannya, aku sampai tidak bisa bergerak ahahaha.”

Suasana menjadi hening.

Segera ku gendong ia layaknya putri(?) dan membawanya masuk ke dalam, “Kau sih bodoh banget, seharusnya begitu jaketmu diambil, langsung masuk rumah saja.”, aku menurunkannya di kursi dekat dengan Fireplace dan menyalakan api.

“Nee-chan bodoh, bodoh, bodoh ~”, ejek Orion sambil duduk di pergelangan kursi yang diduduki Lacia.

“Huh!”, Lacia memalingkan wajahnya.

“Orion, tidak baik mengejek kakakmu.”, kataku.

“Tapi, Nii-chan sendiri tadi mengejeknya.”

“Aku kan yang paling tua, jadi tidak apa-apa.”

“Hanya karena yang paling tua, huh!”, Orion mengerutkan wajahnya dan terus-terusan mengeluh dengan bergumam.

Selesai menyalakan api, ku lihat mereka berdua seperti sedang membicarakanku, tanpa ku perdulikan, aku pun pergi ke dapur untuk membuat makanan.

Aku, Fremont Clearesta(L/15), anak tertua di kediaman ini. Lacia Clearesta(P/12) adalah anak kedua, sedangkan Orion Clearesta(L/7) merupakan anak ketiga, bisa dibilang anak terakhir. Kami bertiga sama sekali tidak memiliki kemiripan, baik penampilan ataupun dasarnya. Aku yang berelemen air, Lacia berelemen api, sedangkan Orion adalah laki-laki salju.

Sebenarnya, kediaman Clearesta merupakan kediaman berelemen air. Akan tetapi, bukan berarti aku yang berelemen air ini justru anak murni dari kedua pasangan di kediaman ini. Bisa dbilang aku ini justru anak yang diasuh oleh kedua pasangan ini, bahkan tanpa tahu dengan jelas latar belakangku.

Aku benar-benar berterima kasih pada mereka, juga seseorang yang telah menyelamatkanku dari mimpi buruk yang terjadi 11 tahun yang lalu.

Sebelas tahun yang lalu . .  jadi teringat keluargaku yang dulu. Padahal keluargaku, keluarga yang sederhana, namun karena kejadian itu, semua yang saat aku masih berupa bocah berumur 7 tahun miliki, dirampas habis olehnya.

Ya . .mimpi buruk yang .. sampai mati pun, itu akan terus menggentayangiku.

Flashback

China, Musim Panas tahun XXX, Desa Ling Qui

Terdapat 10 anak lelaki yang sedang asik bermain bola sepak di sebuah lapangan berumput berbentuk persegi dengan panjang sekitar 60 meter dan lebar 40 meter.

“Xuemin! Lemparkan bolanya sekarang!”, teriak bocah lelaki berambut cepak dan mengenakan pakaian hanfu robe berwarna merah.

Aku yang berada di pinggir lapangan dan ingin melakukan lemparan bebas segera menjawab, “Baiklah! . .”, kemudian melihat sekeliling teman-temanku yang penjagaannya kurang ketat, “ini!”, kulemparkan bola ke arah temanku yang berada di side sendiri lalu berlari menuju gawang lawan.

Saat ini namaku Lee Wang Xuemin(8), anak ketiga dari nyaris menjadi 4 bersaudara keluarga Lee. Ibuku yang sedang hamil sekarang merupakan seorang penyihir berelemen tanah, sedangkan Ayahku berelemen air. Aku mengikuti bakat Ayahku, menjadi penyihir elemen air.

Desa Ling Qui merupakan desa tempat kelahiran keluargaku. Sudah sejak lama kami tinggal di desa ini. Walaupun penghuninya tidak begitu banyak dan dari berbagai macam elemen, desa ini merupakan desa yang damai.

Kami, para penyihir di Desa Ling Qui, sangat menjaga harmoni bersama dengan alam. Di karenakan kami memiliki kepercayaan bahwa kami, penyihir elemen, hanyalah peminjam kekuatan dari alam. Bila alam sudah murka, kami tidak dapat menggunakan kekuatan kami.

Sebenarnya hanya terdapat 2 macam penyihir di desa ini, yaitu, Element dan Non-Element. Penyihir Element adalah penyihir yang menggunakan kekuatan alam secara langsung, seperti Air, Api, Tanah, dan Udara. Sedangkan Penyihir Non-Element adalah penyihir ilmu hitam(dukun) atau ilmu kepercayaan(biksu), biasanya mereka memanfaatkan ruh-ruh nenek moyang atau Dewa-dewa agar bisa menggunakan kekuatannya.

“Xuemin! Ayo, pulang! Nanti kita gak sempat menjenguk Ibu!”, teriak seseorang dari sebrang lapangan.

Ku oper bola yang sedang ku dribble ke temanku, dan menoleh ke arah suara itu, “Huh?”, kulihat ia mengenakan baju hanfu formal yang rapih berwarna biru sambil membawa beberapa bungkusan, dan melambaikan tangannya padaku, “Shen-gege?”, heran dengan kedatangannya yang begitu cepat, aku pun berjalan menghampirinya tanpa menyadari bola yang mengarah padaku.

*Gege = Kakak laki-laki*

“Dukh!”, bola itu terbentur pas di kepalaku.

Karena merasa ada keringat yang mengalir di sekitar kepalaku, aku mencoba mengusapnya, “ . . .”, setelah ku lihat tangan bekas usapan itu, ternyata bukan keringat melainkan darah akibat terbentur bola tadi.


To be continue . ..

0 comments:

Post a Comment