Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Saturday, 2 April 2011

(Story) Between Ashley and Lacia -Season I-

LACIA’S SIDE

Tahun XXXX di suatu kamar kediaman Fischer

*crying a baby*
Drap ..drap..drap..’’hosh…hosh…hosh..’’ seorang pria yang tengah terengah-engah  karena berlari dari koridor menuju kamar tersebut.

-Klek- pintu kamar tersebut pun dibuka oleh seseorang dari dalam. Pria itu pun menatap orang tersebut sambil terengah-engah.

‘’Ohh Tuan Fischer, saya baru saja ingin menyampaikan pesan ke pelayanmu tentang hal ini.’’, Kata orang tersebut.
‘’Ba..bagaimana..keadaan..istri dan anak saya..’’
‘’Istri anda baik-baik saja, mungkin butuh 2 sampai 4 jam untuk istirahat. Sedangkan anak anda..’’, tiba-tiba raut wajah orang itu pun berganti.
‘’Anakku? Ada apa dengan anakku?!’’, suaranya pun meninggi.
‘’Anak anda ….Selamat! Anak anda perempuan! Lahir dengan berat 3 kg dengan keadaan sempurna! Hahaha tak perlu pasang wajah seperti itu Tuan, saya hanya bercanda.’’
‘’Hahaha .. lagi-lagi saya tertipu…(-_-)’’ pria itu tak sanggup berkata apa-apa lagi.

-Klek- keluar seorang lagi dari dalam kamar tersebut.

‘’Tuan Fischer, ini anak anda.’’, kata orang itu sambil memberikan bayi tersebut ke Pria itu.
Dengan wajah berseri, pria itu pun bergumam ..’’anakku..’’ wajahnya terharu melihat anaknya yang lahir dengan sempurna tanpa cacat apa pun.
Kedua perawat pun tersenyum melihat pria itu bahagia.

‘’Ngomong-ngomong , Tuan Fischer, Nyonya Fischer belum memberikan nama ke bayi ini. Ketika kami tanyakan, beliau bilang bahwa yang memberikan nama ke bayi ini adalah anda.’’, kata salah seorang perawat.
‘’Eh? Istriku belum menamainya?! Hmm..aku pun tak ada ide yang bagus dalam member i nama..’’, matanya menatap ke atas, ‘’apa kalian ada ide?’’.

Kedua perawat itu pun, berpikir sekitar 5 sampai 10 menit…

‘’Bagaimana kalau namanya Latavat?’’, kata salah seorang perawat.
‘’Kalau Shelley bagaimana Tuan?’’, kata salah seorangnya lagi.

‘’Hmm..Latavat dan Shelley..ku fikir  kedua nama itu terlalu elegan.’’ Pria itu memasang wajah murung.
‘’Elegan ya..hmm habisnya..’’, kedua perawat tersebut saling bertatap wajah. ‘’Memangnya, Tuan ingin nama yang seperti apa?’’, Tanya salah seorang perawat.

‘’Saya ingin nama yang bisa dijadikan doa dan menjadikan nama tersebut sebagai ciri khas anak Saya.’’, kata pria tersebut sambil menatap bayinya yang sedang tertidur pulas.

‘’Doa ya..hmm..’’ kedua perawat itu pun berpikir kembali.
‘’Bagaimana kalau namanya Scarlett, Tuanku? Artinya semangat yang berkobar seperti api. Menurutku itu cukup bagus dijadikan doa.’’ , kata salah seorang perawat.

Lagi-lagi pria itu pun berpikir kembali.

‘’Kalau namanya Lacia, bagaimana Tuan? Artinya ceria dan periang. Saya fikir itu cukup bagus untuk dijadikan doa, apalagi sampai ia dewasa nanti.’’, sambung salah seorang perawat.

‘’Scarlett…Lacia…hmm…’’, pria itu berfikir lagi tentang kedua nama yang diajukan kedua perawat itu.

‘’Ah! Mungkin saran nama Lacia tersebut akan kuambil! Karena melihat anak-anak di zaman seperti ini terlihat murung dan kebanyakan seperti dipaksakan dari kehendak orang tuanya,  jadi ..bolehkah kuambil ajuan tersebut?’’

‘’Suatu kebanggaan bagi saya bila ide saya diterima oleh Tuan.’’ , kedua perawat tersebut pun memberi salam ke Tuannya.

Pria tersebut mengembalikan bayi itu ke salah seorang perawat, ‘’Kembalikan ke pangkuan Ibunya, katakan juga bahwa namanya sudah ditetapkan menjadi Lacia …Lacia Fischer. Taruh bayi tersebut disampingnya. Saya ingin kembali ke ruangan saya dulu. Lalu, apabila istri saya sudah bangun, beritakan ke saya secepatnya.’’

‘’Baik, Tuan’’, jawab kedua perawat sambil memberi hormat kepada pria itu.
Pria itu pun langsung bergegas pergi menuju ruangannya.


Tiga tahun 7 Bulan kemudian, suatu kamar di kediaman Euphonie

Dua orang anak berusia sekitar 3 sampai 4 tahun sedang bermain bersama. Kamar tersebut dipenuhi dengan poster-poster tentang pengetahuan dan diselipi beberapa boneka-boneka hewan.

Sudah 2 tahun lamanya, kedua anak itu mengenal satu sama lain, bermain, dan bercanda seperti halnya saudara, mereka pun sulit untuk dipisahkan.
Namun, keakraban yang sudah mereka jalin, tak bisa bertahan selamanya…

Suatu ruangan di kediaman Euphonie

BRAKK! –suara dobrakan pintu-

Seorang wanita datang dengan tergesa-gesa dan tiba-tiba melempar sekumpulan kertas ke salah satu meja yang di belakangnya diduduki oleh seorang pria.

‘’Apa maksud hasil tes ini?!’’, tanya wanita tersebut dengan suara yang meninggi.
‘’Yaa…sama seperti apa yang kau lihat.’’, pria itu tersenyum sambil memunguti kertas yang berserakan di atas mejanya akibat dilempar oleh wanita tersebut.

‘’Ini tidak ada di dalam perjanjian kita sebelumnya!’’, suaranya makin meninggi.
‘’Nyonya…Fischer.’’, kata pria itu tenang, ‘’Tak perlu marah seperti itu, saya pun tau kalau ini memang tidak ada diperjanjian kita sebelumnya.’’, pria tersebut bangun dari kursinya sambil memegang sekumpulan kertas tersebut.
‘’Memang tidak ada diperjanjian sebelumnya karena perjanjian itu pun sudah tidak berlaku lagi! Hahaha!’’

‘’Apa maksudmu?! Perjanjian yang kita buat sebelumnya berlaku sampai 5 tahun! Bagaimana bisa sudah tidak berlaku lagi, sedangkan sekarang perjanjiannya baru berjalan selama tiga tahun!’’

‘’Ohh apa kau tidak membaca ulang peraturan yang kubuat?’’, pria tersebut mendekatkan wajahnya ke wajah wanita tersebut.
Wanita tersebut pun mengelak, ‘’Membaca ulang peraturannya? Maksudmu, kau mengubah peraturan tersebut secara diam-diam tanpa sepengetahuanku, begitu?!’’

‘’Diam-diam?  Hahaha!’’, tawanya semakin puas, ‘’Saya tak mengubahnya secara diam-diam, Nyonya… Fischer..Saya mengubahnya atas sepengetahuan orang lain dan… pejabat lain juga! Mungkin Anda tidak menyadarinya karena Anda sibuk dengan hal lain..Nyonya..Fischer.’’, jelas pria tersebut sambil membelai pipi wanita tersebut dan berbisik, ‘’Ini tidak akan terjadi kalau Anda…tidak mengkhianati Saya dari awal..’’
Wanita itu pun mengelak dan menghindar dari pria tersebut, ‘’Saya tak pernah merasa mengkhianati keluarga Anda satu kali pun! Lagipula, hubungan individual diantara kita sebelumnya, tak ada hubungannya dengan masalah ini!’’, tegas wanita tersebut.

‘’Tak ada hubungannya? Tentu saja hal ini bersangkutan dengan hubungan kita sebelumnya, Nyonya Fischer.’’, tawa iblis pria tersebut.
‘’Lagipula, ‘Chip’ itu pun sudah ditanam sejak hasilnya belum sempurna, sedangkan sekarang…kau bisa melihatnya dengan jelas, bukan? ‘Anak’ itu tumbuh layaknya anak-anak seumurannya. Dia bisa berfikir, bermain, berbicara, dan mengobrol dengan orang-orang sekitarnya! Bukankah seharusnya kau bersyukur bahwa percobaan Kloninganmu itu berhasil?!’’, jelas pria tersebut dengan suara meninggi.

‘’Kau…’’, gumam wanita tersebut, ‘’Dasar brengsek!’’, wanita itu pun langsung bergegas meninggalkan ruangan tersebut.

BRAKK! -suara pintu yang dipaksa tertutup-

Wanita itu pun langsung berlari menuju kamar tempat kedua anak itu bermain. Setelah ia sampai ke ruangan yang ia tuju, ia langsung membuka pintu secara paksa…dan langsung menuju ke salah seorang anak kecil yang sedang bermain tersebut.

‘’Lacia, ayo kita pulang! Jangan tanya Ibu kenapa melakukan ini!’’, wanita itu menggenggam tangan mungil anak tersebut seraya mengajaknya keluar dari kamar tersebut. Namun, anak itu menahan untuk tidak sesegera mungkin pergi dari kamar tersebut dan berkata…
‘’Ibu ada apa? Kenapa tiba-tiba kita harus pergi? Memangnya ada apa, bu? Biasanya Lacia di sini sampai malam, ini kan masih sore.’’, tanya anak tersebut sambil memasang wajah cemas.

‘’Lacia….Ibu mohon, Ibu kan sudah bilang agar kau tidak bertanya tentang hal ini, tolong jangan tanyakan itu lagi!’’, wanita itu pun sedikit membentak anak kecil tersebut, kemudian membuang muka dari tatapan sang anak.

Anak itu pun hanya bisa diam dan berwajah murung, lalu berkata, ‘’Tapi kita akan ke sini lagi kan, bu?’’, raut wajahnya pun kembali ceria.

Wanita itu hanya bisa menatap wajah anak itu dengan kesedihan, ‘’Mungkin…’’, gumamnya ke anak tersebut, kemudian, ia pun langsung menggendong anak mungilnya tersebut.

Sebelum  ia pergi meninggalkan kamar tersebut, sambil tetap menggendong anaknya, ia pun berkata pada anak yang satu lagi…
‘’Maaf …Ashley chan…’’

Ia pun segera keluar dari kamar tersebut. Berlari dari koridor ke koridor, sampai keluar dari gerbang rumah tersebut.

Di luar kediaman tersebut, telah menunggu kuda tunggangannya. Ia pun bergegas menaiki kuda tersebut, kemudian memacunya agar kuda tersebut berlari dengan cepat dan sesegera mungkin pergi jauh meninggalkan kediaman tersebut.

‘’Tetap berpegangan dengan erat, nak, sebentar lagi kita sampai ke rumah.’’, kata wanita itu ke anak mungilnya tersebut.

Dua jam pun akhirnya dilalui, mereka pun sampai ke rumah kediamannya, yaitu Fischer.

Kediaman Fischer

Sesampainya di rumah, wanita itu pun langsung berlari masuk ke dalam rumahnya dan menemukan ruangan suaminya.
Begitu ia berada di depan ruangan tersebut, anak mungilnya ia titipkan ke salah satu pelayannya.

‘’Tolong jaga Lacia untuk sementara, Saya ingin bicara berdua dengan Suami saya.’’, pintanya.
‘’Baik, nyonya.’’, pelayan itu pun segera membawa Lacia ke ruangan yang bersebelahan dengan ruangan Ayahnya.

Wanita itu pun masuk ke dalam ruangan tersebut.

Lacia kecil hanya dapat menatap Ibunya dari belakang.
‘’Ayo, Nona Lacia, kita main di ruangan sebelah saja.’’, kata pelayan tersebut. Lacia pun menurut.

Beberapa menit kemudian…

Terdengar suara lari dari sekelompok orang. Lacia dan pelayan yang bersamanya hanya bisa terheran-heran dengan apa yang terjadi di luar sana.

BRAKK! Seseorang membuka pintu ruangan Lacia dan pelayannya secara paksa.

‘’Margareth(nama pelayannya)! Cepat bawa barang-barang berhargamu sekarang juga atau kita akan terlambat!’’, rupanya itu adalah salah satu pelayan dari kediaman Fischer.
‘’Terlambat? Apa maksudmu?’’, tanya Margareth.
‘’Sudah! Jangan banyak tanya! Ikuti saja apa kataku!’’, ia pun bergegas pergi ke ruangan yang lain.

Margareth pun terheran-heran dengan sikap temannya tersebut. Kemudian, ia dan Lacia keluar dari ruangan tersebut. Ketika keluar, mereka pun melihat pemandangan yang tidak biasa dari kediaman yang  telah bertahun-tahun mereka tempati.

‘’A..ada apa ini, kenapa semua berlari seolah ada yang mengejar?’’, gumam Margareth.
‘’Margareth, ada apa ini sebenarnya?’’, tanya Lacia pada pelayannya.

Margareth pun merendahkan dirinya agar bisa sejajar dengan Lacia dan berkata, ‘’Nona…Nona tenang saja, tidak ada apa-apa kok di sini, semua tetap seperti biasanya, hanya saja…mungkin ada sedikit masalah yang terjadi di sini.’’, Margareth pun tersenyum.
Melihat senyumnya, Lacia pun sedikit merasa tenang.

‘’Margareth! Margareth Celtic!’’, panggil salah seorang pelayan.
‘’Ya? Saya di sini!’’, jawabnya.
‘’Ini surat untukmu.’’, pelayan itu pun langsung memberikan surat itu padanya.
‘’Surat dari siapa?’’
‘’Dari Nyonya Fischer.’’
‘’Nyonya? Memangnya ia kemana?’’
‘’Tuan dan Nyonya…mereka…’’
‘’Ada apa dengan mereka?’’
‘’Sudahlah! Kau terima saja surat itu! Mungkin di dalamnya disebutkan kemana mereka pergi!’’

Margareth pun membuka isi surat itu dengan perlahan, isi surat itu berbunyi…

Dear Margareth,

Maaf tiba-tiba Saya memberikan surat ini kepadamu. Mungkin, kamu berfikir ada apa sebenarnya di kediaman ini karena tidak biasanya kediaman yang selama ini kita tempati menjadi ramai dengan adanya para pelayan yang berbondong-bondong keluar dari kediaman ini.
Kami sebagai Kepala dari kediaman ini menyatakan bahwa kediaman kita sedang dilanda ancaman besar dari keluarga Euphonie.
Mungkin kamu heran, bagaimana bisa keluarga ini mendapatkan ancaman dari keluarga yang bahkan sudah bertahun-tahun mengenal kita dengan baik. Tapi memang itu adanya.
Sekali lagi kami meminta maaf, karena tidak bisa menjagamu sesuai dengan amanah dari mendiang orang tuamu, namun . . . kami ingin kamu mengabulkan satu permintaan terakhir kami, yaitu, tolong bawa pergi Lacia jauh-jauh dari tempat ini.
Tepatnya, ke kediaman Clearesta. Kau pasti mengenal kediaman tersebut kan. Ya, memang aneh permintaan kami, meminta agar anak kami dititipkan ke kediaman yang justru musuh bebuyutan keluarga ini. Namun, hanya itulah yang dapat membantu kita dan sesampainya kau titipkan ia di sana, kau berikan kedua benda ini kepada kediaman tersebut untuk segera memakaikannya ke Lacia.
Dari sini keluarlah lewat belakang kediaman, di sana telah kami siapkan kuda untuk transportasi kamu pergi.
Tertanda,

Julia Fischer

‘’Kemana Tuan dan Nyonya pergi?’’, tanya Margareth ke pelayan yang memberikannya surat tersebut.
‘’Tuan dan Nyonya…sudah pergi terlebih dahulu.’’
‘’Tuan dan Nyonya sudah pergi terlebih dahulu?! Kenapa kalian tidak memberitahuku dari awal agar aku bisa menyusul mereka?’’
‘’Maaf, Margareth, kami lupa.’’
‘’Lupa? Ya sudahlah, bisakah kau mengantarku sampai ke belakang kediaman?’’
‘’Maaf, jalur yang akan kau lewati berbeda denganku, jalur yang ku lewati harus melewati gerbang depan.’’, jawab pelayan tersebut dengan wajah tersenyum.
‘’Ngg..Baiklah. Tak masalah…’’, Margareth pun merasa lebih khawatir dari sebelumnya. Namun iya pun tetap menjalankan amanah yang disampaikan oleh Tuannya.
‘’Hati-hati Margareth!’’
‘’Tentu!’’

‘’Nona Lacia, ayo kita pergi.’’, ajaknya ke Lacia.
‘’Kemana kita Margareth?’’
‘’Kita main ke kediaman teman orangtuamu!’’, Margareth tersenyum.
Kegundahan Lacia pun menghilang untuk sesaat, ‘’Asyik! Ayo kita pergi!’’, jawabnya.

Margareth pun menggendong Lacia dan bergegas lari menuju belakang kediaman, dari sana ia pun langsung menaikkan Lacia ke punggung kuda, namun, sebelum ia pun ikut menungganginya…

SRIIINGG! TRAKK…ZREETTT … ZREETTT..! SHIIIIINGGG…..

Mendengar suara itu pun, Margareth penasaran dengan apa yang terjadi di depan rumah.
‘’Nona Lacia, maaf, tolong tunggu sebentar, Saya mau pergi melihat sesuatu.’’
‘’Oke!’’, Lacia tersenyum.

Margareth pun mengintip untuk melihat apa yang terjadi, namun, keadaan yang ada di sana bukanlah keinginannya selama ini, melainkan mimpi buruk yang tak ingin terjadi.
Ia melihat, seluruh pelayan yang lain tengah bertarung melawan tentara bawahan Keluarga Euphonie, begitu pun juga kedua tuan rumahnya.
Banyak teman-teman dan sahabatnya meninggal di perang tersebut. Karena hanya bermodalkan senjata jarak dekat, Keluarga Fischer tak mungkin menang dalam keadaan tersebut, walaupun beberapa diantaranya menggunakan sihir, sedangkan Keluarga Euphonie menggunakan senjata jarak jauh seperti panah dan granat, namun juga ada beberapa yang menggunakan pedang.

Melihat kenyataan itu, Margareth pun shock, ia langsung bergegas kembali ke belakang kediaman.
Sesampainya di belkang kediaman tersebut, ia pun berkata pada Lacia…
‘’Nona adalah harta paling berharga di Kediaman Fischer, tak akan Kami biarkan Nona diganggu oleh ‘Setan Jahanam’ tersebut.’’
Mendengar kalimat Margareth, Lacia hanya bisa diam membisu dan bergumam, ‘’Kami? ‘Setan Jahanam’?’’
‘’Mohon berpeganglah yang kuat Nona.’’
‘’Uhmm..baiklahh..’’, raut wajah Lacia pun kembali khawatir dengan keadaan yang ada.

Empat jam kemudian, sampailah mereka di Kediaman Clearesta

Cring cring cring cring -bel depan gerbang kediaman Clearesta-

Seorang pelayan keluar dari dalam kediaman tersebut.
‘’Selamat malam.’’, sapa Margareth.
‘’Selamat malam, Nona, ada perlu dengan siapa?’’, tanya pelayan tersebut.
‘’Bisakah saya bertemu dengan majikanmu?’’
‘’Mohon maaf, Nona. Majikan saya tidak bisa diganggu untuk saat ini. Bila Anda berkenan, adakah pesan yang harus saya sampaikan?’’
‘’Pesan ini tidak bisa disampaikan, ini keadaan darurat! Tolong katakan ini pada majikanmu!’’
‘’Sekali lagi saya mohon maaf, Nona. Saat ini majikan saya…’’, belum selesai pelayan tersebut berbicara, namun sudah dipotong oleh seseorang.
‘’Ada perlu apa dengan saya?’’, tanya suara dari seberang.
‘’Nyo..nyonya..Maaf, orang ini..’’
Wanita tersebut memperlihatkan telapak tangan kanannya seolah menyuruh pelayannya tersebut untuk diam.
‘’Tolong biarkan Saya dan Gadis ini berbicara berdua.’’
‘’Baik nyonya.’’, pelayan itu pun masuk kembali ke dalam kediaman tersebut.

‘’Kau..Ada apa ke sini?’’, wanita itu melipat kedua tangannya.
‘’Saya….’’, Margareth pun menceritakan semua yang terjadi di kediaman Fischer.

‘’Jadi kau ingin aku merawatnya?’’
Margareth pun mengangguk.
‘’Hahaha jangan bercanda! Setelah apa yang terjadi pada keluarga kita selama berabad-abad? Kau ingin menitipkan Nona kecilmu yang manis ini kepada keluarga yang justru musuh bebuyutannya sendiri? Bodoh sekali! Memang kalian tidak takut kami justru akan menghancurkan anak ini? Hahaha!’’
‘’Sebenarnya, Saya pun takut akan hal itu, tapi…’’
‘’Tentu saja kau harus takut akan konsekuensinya! Hahaha!’’
‘’Tapi tak ada jalan lain lagi selain ini…kalaupun kami titipkan ia ke kediaman Fischer di wilayah lain, saya yakin, kediaman itu pun pasti sudah diporak-porandakkan oleh ‘Mereka’.’’

Margareth menundukkan wajahnya seraya tetap menggendong dan memeluk Lacia dengan erat.

‘’Karena itu…Saya mohon..Saya pun sebenarnya tak rela, tapi Saya yakin, hanya Nyonya dan keluarga nyonya yang sudah lama mengenal keluarga kami. Walaupun kediaman keluarga diantara keluarga Fischer dan Clearesta dicap tidak mulus. Namun, Saya tak pernah melihat satu kali pun keluarga diantara kita pernah perang secara besar, lagipula…’’, belum selesai Margareth menjelaskan. Wanita tersebut telah memotong pembicaraannya.

‘’Huff … .Baiklah, aku menyerah. Aku akan mengadopsinya, lagipula kupikir juga tak akan seru kalau musuh bebuyutan kami menghilang begitu saja.’’ Kata wanita tersebut sambil memalingkan wajahnya. *tsundere mode on*
‘’Terima kasih Nyonya. Semoga kebaikan Nyonya dibalas oleh Tuhan.’’
‘’Ya..sama-sama. Lagipula, memangnya tak apa dia dititipkan di keluarga kami? Keluarga kami keluarga penyihir elemen air sedangkan keluarga kalian adalah keluarga elemen api. Apa hal tersebut tidak masalah bagi kalian?’’
‘’Selama keadaan Nona baik-baik saja, bagi kami tak akan ada masalah.’’, Margareth pun tersenyum pada wanita tersebut.
‘’Terserah kalian sajalah.’’ , wanita tersebut mulai membukakan kunci gerbang rumahnya, ‘’Ayo masuk.’’, ajak wanita tersebut.

‘’Nona Lacia, silahkan masuk terlebih dahulu.’’, ucap Margareth ke Lacia.
‘’Margareth, sebenarnya ada apa? Margareth tidak ikut main?’’, tanya Lacia
‘’Nanti, kalau Saya sempat, Saya akan mampir menengok Nona. Mulai sekarang, Nona yang akrab ya sama orang-orang di dalam kediaman ini.’’ Margareth tersenyum.
‘’Memangnya kita gak akan kembali ke rumah?’’

Margareth tidak bisa menjawab pertanyaannya tersebut. Tanpa memerdulikan Nona kecilnya, ia pun memberikan kedua benda peninggalan majikannya untuk Lacia kepada Nyonya Clearesta dan segera naik ke punggung kuda.
Lacia kecil terus bertanya dan memberontak walaupun sudah ditangani oleh Nyonya Clearesta. Namun pertanyaan yang ia lontarkan, tak digubris sama sekali oleh Margareth.
Margareth hanya bisa memandangi Nona kesayangannya itu dari punggung kuda, dan berkata, ‘’Maaf …Nona..’’, sambil menutupi wajahnya dengan satu tangannya. Ia pun segera memacu kudanya dengan cepat.
Lacia kecil terus memanggil-manggil Margareth walaupun dia sudah jauh.


‘’Lacia chan, mulai sekarang, Lacia akan tinggal bersama kami.’’, wanita tersebut berusaha menenangkan Lacia.
‘’Bibi…teman Ayah dan Ibuku?’’
‘’Ya! Tentu saja! Ayah dan Ibumu sedang sibuk, jadi mereka tidak bisa mengurusmu beberapa waktu ini, begitu pun Margareth! Kalau kau bersabar, mereka pun akan kembali!’’
‘’Benarkah?’’
‘’Tentu saja!’’

Wanita itu merasa tenang melihat Lacia yang terlihat mulai menurut, dan percaya dengan ucapannya. Walaupun ia merasa sedikit sedih karena telah membohongi anak yang seharusnya justru tak ada sangkut paut dengan masalah ini.

‘’Sekarang Lacia chan main sama keponakan bibi saja, yuk!’’, ajak wanita tersebut.
‘’Keponakan bibi?’’
‘’Ya!’’, wanita itu pun tersenyum seraya membawa Lacia masuk ke dalam kediamannya.

Setelah masuk ke kediaman tersebut Lacia diajak, masuk ke dalam kamar seorang anak di lantai satu. Kamar tersebut tidak sama dengan kamar anak-anak kebanyakan, luasnya sekitar  100 meter persegi dengan tinggi 5 meter(buset), terdapat sebuah  jendela serta balkon sebesar  tembok, berlawanan arah dengan pintu masuk, sebuah lampu crystal mewah yang berbentuk piramida terbalik, 5 buah rak buku besar di sebelah kiri sisi kamar. Di sisi kiri tengahnya, terdapat tempat tidur besar, di samping tempat tidur tersebut terdapat meja kecil dan lammpu tidur, sedangkan di tengah ruangan terdapat sebuah meja persegi dan 1 sofa panjang dan 3 sofa masing” seorang. Dari luar balkon kamar tersebut, terdapat jembatan kecil yang disambung ke sebuah gazebo yang di dalamnya terdapat teropong bintang, dan sekeliling gazebo tersebut adalah kolam.
Dari kejauhan Lacia melihat sosok anak kecil sedang membaca buku di gazebo tersebut.

‘’Lacia chan tunggu sini sebentar ya, bibi mau memanggilkannya dulu.’’
‘’Oke, bi!’’, Lacia menjawab dengan tersenyum.

Wanita itu pun langsung berjalan menuju gazebo tersebut, berbicara dengan anak yang ada di sana. Kemudian mereka berjalan kembali menuju Lacia.

‘’Lacia chan perkenalkan, dia akan jadi kakak laki-lakimu.’’, kata wanita itu, ‘’Mones kun, ayo perkenalkan dirimu.’’, menengok ke arah anak laki-laki tersebut
‘’Lee Wang Xuemin. Panggil saja Mones. Salam kenal.’’, anak laki-laki itu pun memberi salam.
‘’Lacia…Lacia Fischer. Salam kenal, Mones san’’, Lacia memberi salam balik.
‘’Lacia chan, cukup panggil dia dengan sebutan Mones saja, tak usah formal begitu ya, dia akan jadi kakakmu!’’, kata wanita tersebut.
Anak laki-laki itu pun terlihat kesal mendengar perkataan wanita tersebut.
‘’Hmph..baiklah!’’, Lacia tersenyum bahagia.

‘’Kalau begitu, kalian berdua ku tinggal dulu ya! Selamat berakrab ria!’’, wanita itu pun pergi meninggalkan kamar tersebut.
‘’Ya!’’, jawab Lacia semangat.

Ceklek -pintu tertutup A____A-

Mones hanya menghela nafas. Lacia memperhatikan Mones dan mendekatinya…
‘’Mones tadi sedang apa?’’
Mones menjauh darinya. ‘’Err…melihat bintang.’’
‘’Apakah seindah itu?’’, Lacia kembali mendekatinya.
‘’Ngg..I..itu..gak indah juga sih..’’, Mones pun kembali menjauh.
‘’Neeeee? Kalau tak indah kenapa Mones memperhatikannya?’’, Lacia mendekatinya lagi.
‘’Errr…itu karena aku tak ada kerjaan! Dan. . .berhenti mendekatiku!’’ (=A=ll)
‘’Hahaha maaf-maaf, habis kau menjauh terus sih! Bolehkah aku melihatnya juga?’’
‘’Haaaaahhh…’’ Mones menghela nafas seraya memalingkan wajahnya, ‘’Tentu saja’’

Lacia dan Mones pun menuju Gazebo tersebut untuk melihat bintang dengan teropongnya. Mereka berdua dengan asyiknya menatap bintang tersebut sambil berbincang-bincang dengan ceria. Namun, keceriaan itu pun tak berlangsung lama.

Karena sifat Lacia yang memang ingin tahu, akhirnya ia terus meneropong semua tempat sekitar yang ada sampai ia melihat kejadian yang tak ingin ia lihat.
Di sebuah jalan yang berhasil ia teropong, ia tak sengaja melihat Margareth sedang bertemu dengan salah satu tentara Keluarga Euphonie kemudian, dibunuh dengan cara di tusuk.
Melihat itu Lacia pun menjerit histeris dan tiba-tiba pergi keluar kamar tersebut. Mones yang bingung dengan apa yang terjadi hanya bisa terheran-heran, dan tanpa sadar mengejar Lacia keluar kamar.
Sesampainya mereka ke pintu utama kediaman tersebut, Mones tak dapat berkata apa pun dengan apa yang telah ia lihat dengan mata kepalanya sendiri dan hanya bisa bergumam…

‘’Lacia. . . ternyata kau . ..’’. . . .


ASHLEY’S SIDE

Seminggu telah berlalu

Ashley kecil tetap menunggu kedatangan sahabat kecilnya. Ia terus menatapi jendela kamarnya yang dapat melihat depan gerbang kediamannya.
Namun, sahabat kecilnya tak kunjung datang. Karena tak sabar menunggu, akhirnya Ashley kecil pun ingin bertanya langsung ke Ayahnya.

TOK TOK TOK -Ashley mengetuk pintu ruangan kerja Ayahnya-

‘’Ya, siapa?’’, tanya suara di seberang.
‘’Ini aku, Pa. Ashley.’’
‘’Ohh anakku Ashley, masuklah!’’

Ceklek -Ashley membuka pintu, namun tak masuk ke dalam ruangan tersebut, ia hanya mengintip-

‘’Ada apa Ashley anakku? Masuklah jangan takut, aku ini kan Papamu! Kemarilah, duduk di bangku depan meja Papa, sini!’’

Ashley pun mengangguk. Ia masuk ke ruangan lalu menutup pintunya, kemudian berjalan menuju bangku yang Ayahnya ajukan.
Ashley pun duduk dengan tenang.

‘’Nah, begitu kan anak Papa! Ada apa kemari nak?’’, tanya pria tersebut.
Ashley hanya diam sejenak kemudian bertanya…
‘’Lacia chan dan Bibi ilmuwan itu kemana, Pa? Biasanya setiap hari mereka datang kemari. Namun, sudah seminggu sejak mereka pulang cepat, mereka tak kunjung datang kemari.’’, tanya Ashley chan dengan wajah datar.

Mendengar pertanyaan Ashley pun, pria itu berfikir. Berfikir untuk menjawabnya…
‘’Mereka mengkhianatimu, Nak!’’, tegasnya.
‘’Mengkhianati? Maksud Papa?’’
‘’Ya, mengkhianati! Mereka sudah mendapatkan apa yang ingin mereka dapatkan lalu pergi meninggalkan kita!’’
Ashley kecil hanya bisa terdiam dengan perkataan Ayahnya itu.
‘’Kau tau Ashley? Di belakangmu, Lacia selalu berkata buruk tentangmu. Dia sering sekali berkata bahwa kau itu merepotkan huhuhu kejam sekali dia kan…’’, pria itu mengeluarkan air mata buayanya.
Ashley kecil hanya bisa diam dan sedikit syok dengan perkataan Ayahnya itu.
‘’Kau masih tak percaya dengan ucapan Papa, Ashley?’’, pria itu mendekatkan wajahnya ke wajah Ashley dan berbisik, ‘’dia…Lacia chan, sahabatmu itu, meninggalkanmu karena ia telah memiliki banyak sahabat yang baru, maka dari itu dia tidak menginginkanmu lagi, kau tau itu?’’
Ashley kecil semakin termakan oleh omongan Ayahnya itu.
‘’Dan. . .apa kau juga tau kalau selama ini kau selalu dimanfaatkan olehnya? Selama ini kau selalu dianggap ‘boneka’-nya(Lacia) lho, nak..’’
Ashley kecil semakin tak percaya dengan omongan Ayahnya.

‘’Papa tau darimana tentang hal itu? Apa ada buktinya?’’
‘’Papa tau segala hal yang tak kau ketahui, Nak. Bukti? Apa dengan tak kembalinya mereka kau masih meminta bukti kepada Papamu ini?’’
‘’Mungkin saja mereka belum bisa ke sini karena ada suatu hal!’’, Ashley chan memperlihatkan wajah khawatirnya.
Pria itu pun tersenyum, ‘’Lakukan sesuka hatimu saja, Nak. Kenyataan yang tak kau gubris justru membuatmu akan semakin menyesali dan membencinya suatu saat nanti.’’, pria itu pun meninggalkan Ashley kecil itu dari ruangan.

Ashley semakin tak percaya dengan apa yang dikatakan Ayahnya dan berusaha untuk mempercayai sahabatnya, namun . . .

Sembilan tahun kemudian

Kebencian Ashley kepada Lacia pun memuncak. Kini ia mulai sadar bahwa sahabat kecilnya itu benar-benar telah mengkhianatinya.
Ia pun berubah menjadi seorang jenius di umurnya yang masih belia, bahkan di umurnya masih belasan tahun tersebut, ia telah menamatkan sekolahnya sampai jenjang yang paling tinggi.
Tuan Euphonie pun semakin bangga akan ‘Anak’nya, yang berhasil ia kembangkan tersebut. Namanya pun terangkat karena kepopuleran ‘Anak’nya. Euphonie pun membayangkan, bahkan sampai merencakan untuk membuat dunia baru miliknya.

Akan tetapi, semakin Ashley tumbuh dewasa, pemikirannya semakin tajam dan itu membuat Euphonie semakin bingung untuk menjelaskan kebohongannya ke Ashley.

Suatu hari dimana masih dalam masa kejayaan Kediaman Euphonie

Ashley menemukan dokumen yang mengatakan bahwa ia bukanlah anak kandung dari Euphonie, melainkan Kloningan dari Julia Fischer.
Saat Ashley kecil, dia sama sekali tak tau bila nama marga Lacia dan Bibi ilmuan tersebut adalah Fischer.

Ashley pun langsung menanyakannya pada Ayahnya.

BRAKK! -Ashley memaksa membuka pintu dengan paksa-

‘’Hey hey… ada apa Ashley ku? Kenapa terburu-buru begitu. Ikutlah bersantai bersama Papa.’’

Ashley langsung berlari menuju Ayahnya.
‘’Apa maksud dokumen ini, Pa?’’, tanya Ashley dengan tegas.
Pria itu pun melihat dokumen yang dibawa oeh Ashley.
‘’Hmm…akhirnya kau tau juga ternyata.’’

‘’Apa maksud Papa?’’, Ashley mengerutkan wajahnya.
‘’Yaaa…seperti yang kau baca di dalam dokumen tersebut.’’, pria itu menenggak sedikit wine.
‘’Kalau begitu, dimana saudara satu darahku sekarang, Pa?!’’
‘’Kelihatannya kau benar-benar ingin tau ya. Baiklah.’’, pria itu menaruh gelas berisi wine tersebut di meja bar-nya. ‘’Kalian berdua, tolong keluarkan wanita itu dari bawah tanah sekarang juga.’’, perintahnya ke kedua pelayannya.
‘’Baik, Tuan.’’, kedua pelayan tersebut pun segera pergi meninggalkan ruangan.

Melihat kejadian tersebut, Ashley hanya bisa terdiam.

‘’Jangan-jangan selama ini. . .’’, gumam Ashley.
‘’Ya, Aku telah menyembunyikan saudara satu darahmu itu.’’, jawab pria itu puas.
‘’Ke..kenapa kau lakukan itu?!’’ bentak Ashley.
‘’Tenang dulu, sayang. Lagipula aku hanya menyembunyikannya sementara kok. Bukankah sekarang kau dapat menemuinya?’’, senyum iblis pria itu pun keluar.
Ashley tidak dapat membalas kata-katanya tersebut.

Lima belas menit kemudian

Kedua pelayan tersebut pun kembali ke dalam ruangan, seraya memegangi seorang wanita bersama mereka.

‘’Lepaskan aku! Dasar brengsek!’’, bentak wanita tersebut.

Pria itu mendekati Julia dan berkata, ‘’Haii Julia, lama tak bertemu. Wah kau semakin kurus saja di penjara itu. Apa pelayan-pelayanku tidak melayanimu dengan baik?’’, pria itu pun tertawa bengis.

Wanita tersebut hanya bisa bergumam, ‘’Brengsek…’’

‘’A..anda..jangan-jangan..’’, Ashley kehabisan kata-kata setelah melihat yang dibawa oleh kedua pelayan tersebut adalah Ibu kandung Lacia.
Wanita itu tidak bisa menatap Ashley.

Perlahan, Ayahnya pun mendekat ke Ashley dan berkata, ‘’Ini yang sudah kujanjikan, saudara satu darahmu kan? Dia adalah induk cloning-mu. Yahh …bisa dibilang saudaramu.’’
Ashley hanya bisa membisu melihatnya.

‘’Apa kau sudah puas?’’, tanya pria tersebut.

‘’Keluarga kandungku…saudaraku…’’, wajahnya berseri mengetahui hal tersebut, Ashley pun berlari menuju wanita tersebut.
Belum sempat ia memeluk saudaranya, Ayahnya. . . Kepala Kediaman Euphonie, melemparkan panah kecil tepat mengenai jantungnya.

Ashley pun syok, dan hanya membatu melihat saudara sedarahnya itu meninggal terbunuh oleh Ayah angkatnya tersebut.
Ashley yang saat itu memiliki emosi yang labil, hanya memikirkan tentang keadaan saat itu. Dan tanpa di sadarinya, ia pun membunuh semua orang di kediaman Euphonie.

‘’Ash..Ashley, ka..kau anakku. Apa kau yakin ingin membunuh orang yang telah membesarkanmu selama ini?’’, kata pria itu gugup seraya mundur menjauhi Ashley yang semakin mendekat.

‘’Kau memang orang yang telah membesarkanku. Namun, kau sengaja melakukan itu, terlebih lagi kau telah membuatkua membenci seseorang yang tak pantas ku benci, dan telah membunuh satu-satunya saudara satu darah langsungku.’’, Ashley semakin mendekat.

‘’Ka..kau mau apa Ashley?’’
‘’Jangan fikir aku yang sekarang adalah aku yang dulu, yang dapat kau bohongi dengan mudahnya dan hanya dapat menuruti semua keinginanmu. Aku yang sekarang.. . . adalah seorang pemberontak…ingat itu…’’ . . .

Selesai membunuh Ayah angkatnya sebagai korban terakhir, Ashley pun pergi meninggalkan kediaman tersebut.

Setelah kediaman beberapa menit ditinggalkan oleh Ashley

Seseorang datang dan memasuki kediaman tersebut.

‘’Che! Benar-benar tak tersisa.’’, gumamnya.

Orang tersebut memeriksa seluruh ruangan kediaman Euphonie sampai ia menemukan ruangan dimana terdapat Julia dan kepala Keluarga Euphonie.

‘’Hmm…’’, orang itu bergumam sambil mencari-cari sesuatu.

‘’Julia Fischer . . .’’, melihat wajah wanita yang telah terkapar. ‘’hanya mati sementara .. . haahhhh…memang yang namanya ilmuan itu cerdik semua ya.’’ Orang itu menghela nafas karena telah menemukan sekantong darah beku di balik pakaian dada kiri wanita tersebut.
‘’Ckck…’’, orang itu hanya menggelengkan wajahnya.

‘’Hey, bangun kau dasar nenek tua! Mau sampai kapan kau berpura-pura mati!’’ (=A=ll)
Wanita itu pun terbangun.
‘’Hoahhhmm…’’, wanita itu melihat keadaan sekitar.
‘’Aku tak tahu kalau akan begini jadinya.’’, wanita itu tak mampu berkata apa-apa lagi, ia pun melihat ke arah orang tersebut, ‘’ada apa dengan wajahmu?’’
‘’Bukankah wajahku selalu begini?’’
‘’Tidak .. hanya saja..’’
‘’Ya, kau benar. Aku kecewa bahwa kau tidak ikut mati bersama mereka.’’
Wanita itu hanya membatu.

‘’Kau masih ingin di sini?’’
‘’Ngg.. tentu saja aku ingin pergi!’’
Orang tersebut langsung berjalan keluar kediaman.

‘’Hey, bagaimana keadaannya?’’, tanya wanita itu.
‘’Bagaimana? Yahh tentu ia baik-baik saja.’’
‘’Tanganmu..ingin ku sembuhkan?’’
‘’Haha tak usah, biar dijadikan kenangan saja.’’
Wanita itu hanya bisa heran dengan ucapan orang tersebut, ‘’Terserah kau sajalah.’’, ucapnya.


THE END OF SEASON I

Goes to Season II "Story of Lee Wang Xuemin"

2 comments:

anisnur said...

aduh ini cerita versi kamu ttg si kembar vocaloid bukan? hmm entah kenapa baca ini malah ingetnya si kembar itu

Dewanti Kunto Wiyati said...

bukan, ini cerita karakter buatan gue sendiri OvO gak kembar itu OvO/

Post a Comment